PERATURAN
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14
TAHUN 2011
TENTANG KODE ETIK
PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a. bahwa pelaksanaan tugas, kewenangan, dan tanggung jawab
anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dijalankan
secara
profesional, proporsional, dan prosedural yang didukung
oleh
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Tribrata dan Catur
Prasetya
dijabarkan dalam kode etik profesi Kepolisian Negara
Republik
Indonesia sebagai norma berperilaku yang patut dan
tidak
patut;
b. bahwa penegakan kode etik profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia
harus dilaksanakan secara obyektif, akuntabel,
menjunjung
tinggi kepastian hukum dan rasa keadilan (legal and
legitimate), serta
hak asasi manusia dengan memperhatikan jasa
pengabdian
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diduga
melanggar kode etik profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
c. bahwa selaras dengan ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-
Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik
Indonesia yang mengamanatkan pengaturan Kode Etik
Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia
d. bahwaberdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d. bahwaberdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4168);
2. Peraturan …..
2. Peraturan …..
2.
Peraturan Pemerintah Nomor
1 Tahun 2003
tentang
Pemberhentian
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 1,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4255);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan
Disiplin
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 2,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4256);
4.
Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi
dan Tata Kerja Kepolisian
Indonesia;
MEMUTUSKAN:
Negara Republik
Menetapkan
:
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN
NEGARA
REPUBLIK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat
Polri adalah
alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan
perlindungan,
pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan
dalam negeri.
2.
3.
4.
5.
Anggota Polri adalah pegawai negeri pada Polri dari pangkat
terendah sampai
dengan pangkat tertinggi yang berdasarkan undang-undang memiliki
tugas,
fungsi, dan wewenang kepolisian.
Profesi Polri adalah profesi yang berkaitan dengan tugas Polri
baik di bidang
operasional maupun di bidang pembinaan.
Etika Profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai Tribrata dan
Catur Prasetya
yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati
diri setiap
Anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika
kenegaraan,
kelembagaan, kemasyarakatan, dan kepribadian.
Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah
norma-norma
atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau
filosofis yang
berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang
diwajibkan,
dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri
dalam
melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.
6. Komisi
…..
3
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Komisi Kode Etik Polri yang selanjutnya disingkat KKEP adalah
suatu wadah
yang dibentuk di lingkungan Polri yang bertugas memeriksa dan
memutus
perkara dalam persidangan pelanggaran KEPP sesuai dengan jenjang
kepangkatan.
Sidang KKEP adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran KEPP yang dilakukan oleh Anggota Polri.
Pelanggaran adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh Anggota
Polri yang
bertentangan dengan KEPP.
Terduga Pelanggar adalah setiap Anggota Polri yang karena
perbuatannya
atau keadaannya patut diduga telah melakukan Pelanggaran KEPP.
Pelanggar adalah setiap Anggota Polri yang karena kesalahannya
telah
dinyatakan terbukti melakukan Pelanggaran melalui Sidang KKEP.
Penegakan KEPP adalah serangkaian tindakan pejabat Polri yang
diberi
kewenangan
menurut peraturan ini,
untuk melakukan pemeriksaan
pendahuluan,
pemeriksaan di Sidang KKEP, pemeriksaan Sidang Komisi
Banding
Kode Etik Polri terhadap Anggota Polri yang diduga melakukan
Pelanggaran
KEPP dan rehabilitasi Anggota Polri yang dinyatakan sebagai
Pelanggar
atau tidak terbukti sebagai Pelanggar.
12.
13.
Pemeriksaan Pendahuluan KEPP adalah serangkaian tindakan pemeriksa
untuk melakukan audit investigasi, pemeriksaan, dan pemberkasan
perkara
guna mencari serta mengumpulkan fakta dan/atau bukti yang dengan
fakta
dan/atau bukti itu membuat terang tentang terjadinya Pelanggaran
KEPP dan
menemukan pelanggarnya.
Audit investigasi adalah serangkaian kegiatan penyelidikan dengan
melakukan
pencatatan,
perekaman fakta,
dan peninjauan
dengan tujuan
untuk
memperoleh
kebenaran tentang peristiwa yang diduga pelanggaran KEPP
guna
mencari dan menemukan Terduga Pelanggar.
14.
15.
Banding adalah upaya yang dilakukan oleh Pelanggar atau
istri/suami, anak
atau orang tua Pelanggar, atau Pendamping Pelanggar yang keberatan
atas
putusan Sidang KKEP dengan mengajukan permohonan kepada Komisi
Banding Kode Etik Polri melalui Atasan Ankum.
Komisi Banding Kode Etik Polri yang selanjutnya disebut Komisi
Banding
adalah
perangkat yang dibentuk di lingkungan Polri yang bertugas
melaksanakan
pemeriksaan pada tingkat banding.
16.
17.
18.
Sidang Komisi Banding adalah sidang pada tingkat banding untuk
memeriksa,
memutus, menguatkan, mengubah atau membatalkan putusan KKEP.
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat yang selanjutnya disingkat PTDH
adalah
pengakhiran masa dinas kepolisian oleh pejabat yang berwenang
terhadap
seorang Anggota Polri karena telah terbukti melakukan Pelanggaran
KEPP,
disiplin, dan/atau tindak pidana.
Atasan adalah setiap Anggota Polri yang karena pangkat dan/atau
jabatannya
berkedudukan lebih tinggi dari anggota yang dipimpin.
19.
Bawahan …..
4
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Bawahan adalah setiap Anggota Polri yang karena pangkat dan/atau
jabatannya berkedudukan lebih rendah dari Atasan.
Atasan Yang Berhak Menghukum yang selanjutnya disingkat Ankum
adalah
atasan yang karena jabatannya diberi kewenangan menjatuhkan
hukuman
disiplin kepada bawahan yang dipimpinnya.
Atasan Ankum adalah atasan langsung Ankum.
Etika Kenegaraan adalah sikap moral Anggota Polri terhadap Negara
Kesatuan
Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan kebhinekatunggalikaan.
Etika Kelembagaan adalah sikap moral Anggota Polri terhadap
institusi yang
menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan
lahir batin
dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan
kehormatannya
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur
Prasetya.
Etika Kemasyarakatan adalah sikap moral Anggota Polri yang
senantiasa
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum
serta
melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan mengindahkan
kearifan lokal dalam budaya Indonesia.
Etika Kepribadian adalah sikap perilaku perseorangan Anggota Polri
dalam
kehidupan beragama, kepatuhan, ketaatan, dan sopan santun dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Demosi adalah mutasi yang bersifat hukuman berupa pelepasan
jabatan dan
penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau
wilayah
yang berbeda.
Perintah Kedinasan adalah perintah dari pejabat berwenang yang
disertai
dengan
surat perintah tugas untuk melaksanakan tugas-tugas Kepolisian.
Pasal 2
Peraturan
ini bertujuan guna:
a.
b.
c.
d.
e.
menerapkan nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya dalam
pelaksanaan tugas
dan wewenang umum Kepolisian;
memantapkan profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas Anggota
Polri;
menyamakan pola pikir, sikap, dan tindak Anggota Polri;
menerapkan standar profesi Polri dalam pelaksanaan tugas Polri;
dan
memuliakan profesi Polri dengan penegakan KEPP.
Pasal 3
Prinsip-prinsip
KEPP meliputi:
a.
kepatutan, yaitu standar dan/atau nilai moral dari kode etik
Anggota Polri yang
dapat diwujudkan ke dalam sikap, ucapan, dan perbuatan;
b.
kepastian .....
5
b.
c.
d.
e.
f.
kepastian hukum, yaitu adanya kejelasan pedoman bagi Anggota Polri
dalam
melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
penegakan KEPP;
sederhana, yaitu pelaksanaan penegakan KEPP dilakukan dengan cara
mudah, cepat, serta akuntabel dengan tetap menjunjung tinggi
kebenaran dan
keadilan;
kesamaan hak, yaitu setiap Anggota Polri yang diperiksa atau
dijadikan saksi
dalam penegakan KEPP diberikan perlakuan yang sama tanpa
membedakan
pangkat, jabatan, status sosial, ekonomi, ras, golongan, dan
agama;
aplikatif, yaitu setiap putusan Sidang KKEP dapat dilaksanakan
dengan sebaik-
baiknya; dan
akuntabel, yaitu pelaksanaan penegakan KEPP dapat
dipertanggungjawabkan
secara
administratif, moral, dan hukum berdasarkan fakta.
BAB II
ETIKA
PROFESI POLRI
Bagian
Kesatu
Ruang
Lingkup
Pasal 4
Ruang
lingkup pengaturan KEPP mencakup:
a.
b.
c.
d.
Etika Kenegaraan;
Etika Kelembagaan;
Etika Kemasyarakatan; dan
Etika Kepribadian.
Bagian
Kedua
Materi
Muatan KEPP
Pasal 5
Pengaturan
KEPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a.
Etika Kenegaraan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam
hubungan:
1.
2.
3.
4.
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
Pancasila;
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
kebhinekatunggalikaan.
b. Etika
.....
6
b.
Etika Kelembagaan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam
hubungan:
1.
2.
3.
4.
5.
Tribrata sebagai pedoman hidup;
Catur Prasetya sebagai pedoman kerja;
sumpah/janji Anggota Polri;
sumpah/janji jabatan; dan
sepuluh
komitmen moral dan perubahan pola pikir (mindset).
c.
Etika Kemasyarakatan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri
dalam
hubungan:
1.
2.
3.
4.
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas);
penegakan hukum;
pelindung,
pengayom, dan pelayan masyarakat; dan
kearifan
lokal, antara lain gotong royong, kesetiakawanan, dan toleransi.
d.
Etika Kepribadian memuat pedoman berperilaku anggota Polri dalam
hubungan:
1.
2.
3.
kehidupan beragama;
kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum; dan
sopan
santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan
bernegara.
BAB III
KEWAJIBAN
DAN LARANGAN
Bagian
Kesatu
Kewajiban
Paragraf
1
Etika
Kenegaraan
Pasal 6
Setiap
Anggota Polri wajib:
a.
b.
setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya
keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta
terbinanya
ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
c.
menjaga …..
7
c.
menjaga terpeliharanya keutuhan wilayah NKRI;
d.
menjaga terpeliharanya
persatuan
dan kesatuan
bangsa
dalam
kebhinekatunggalikaan
dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat;
e.
f.
g.
h.
(1)
mengutamakan kepentingan bangsa dan NKRI daripada kepentingan
sendiri,
seseorang, dan/atau golongan;
memelihara dan menjaga kehormatan bendera negara sang merah putih,
bahasa Indonesia, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu
kebangsaan
Indonesia Raya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
membangun kerja sama dengan sesama pejabat penyelenggara negara
dan
pejabat negara dalam pelaksanaan tugas; dan
bersikap netral dalam kehidupan berpolitik.
Paragraf
2
Etika
Kelembagaan
Pasal 7
Setiap Anggota Polri wajib:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat,
bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi
Tribrata dan Catur Prasetya;
menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi,
dan
kehormatan Polri;
menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan
prosedural;
melaksanakan perintah dinas untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan
dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kemampuan
profesionalisme Kepolisian;
menjalankan perintah dinas untuk melaksanakan mutasi dalam rangka
pembinaan personel, profesi, karier, dan penegakan KEPP;
mematuhi hierarki dalam pelaksanaan tugas;
menyelesaikan tugas dengan saksama dan penuh rasa tanggung jawab;
memegang teguh rahasia yang menurut sifatnya atau menurut perintah
kedinasan harus dirahasiakan;
menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada
hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi
hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas;
melaksanakan perintah kedinasan dalam rangka penegakan disiplin
dan
KEPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat tentang adanya
dugaan pelanggaran disiplin dan/atau Pelanggaran KEPP sesuai
dengan kewenangan;
melaksanakan perintah kedinasan yang berkaitan dengan pengawasan
internal
di lingkungan Polri
dalam rangka penguatan Sistem
Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP);
l.
menghargai .....
8
l.
m.
n.
o.
menghargai perbedaan pendapat yang disampaikan dengan cara sopan
dan santun pada saat pelaksanaan rapat, sidang, atau pertemuan
yang
bersifat kedinasan;
mematuhi dan menaati hasil keputusan yang telah disepakati dalam
rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan;
mengutamakan kesetaraan dan keadilan gender dalam melaksanakan
tugas; dan
mendahulukan pengajuan laporan keberatan atau komplain kepada
Ankum atau Atasan Ankum berkenaan dengan keputusan yang dinilai
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebelum mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
(2)
Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan wajib:
a.
menunjukan
kepemimpinan yang melayani (servant leadership),
keteladanan,
menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah
(solutif),
serta menjamin kualitas kinerja Bawahan dan kesatuan (quality
assurance);
b.
c.
menindaklanjuti dan menyelesaikan hambatan tugas yang dilaporkan
oleh Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; dan
segera menyelesaikan dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh
Bawahan.
(3)
Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib:
a.
b.
c.
d.
melaporkan kepada Atasan apabila mendapat hambatan dalam
pelaksanaan tugas;
melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas,
fungsi, dan kewenangannya;
menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum,
norma agama, dan norma kesusilaan; dan
melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah
yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan
pemberi perintah.
(4)
Sesama Anggota Polri wajib:
a.
b.
c.
d.
saling menghargai dan menghormati dalam melaksanakan tugas;
bekerja sama dalam rangka meningkatkan kinerja;
melaporkan setiap pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak
pidana
yang dilakukan oleh Anggota Polri, yang dilihat atau diketahui
secara
langsung kepada pejabat yang berwenang;
menunjukan rasa kesetiakawanan dengan menjunjung tinggi prinsip-
prinsip saling menghormati; dan
e. saling
.....
9
e.
saling melindungi dan memberikan pertolongan kepada yang terluka
dan/atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas.
(5)
Pejabat Polri yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf c,
wajib
memberikan perlindungan.
Pasal 8
Setiap
Anggota Polri wajib mendahulukan peran, tugas, wewenang dan tanggung
jawab
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan daripada status dan
hak,
dengan mengindahkan norma agama, norma kesusilaan, dan nilai-nilai kearifan
lokal.
Pasal 9
Setiap
Anggota Polri yang melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai
penyelidik,
penyidik pembantu, dan penyidik wajib melakukan penyelidikan,
penyidikan
perkara pidana, dan menyelesaikannya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
serta melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada atasan
penyidik.
Paragraf
3
Etika
Kemasyarakatan
Pasal 10
Setiap
Anggota Polri wajib:
a.
b.
c.
menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar
hak
asasi manusia;
menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di
hadapan
hukum;
memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah,
nyaman,
transparan,
perundang-undangan;
dan akuntabel berdasarkan ketentuan
peraturan
d.
e.
f.
melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang diwajibkan
dalam
tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar tugas.
memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai
dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga
kehormatan
dalam
berhubungan dengan masyarakat.
Paragraf
4
Etika
Kepribadian
Pasal 11
Setiap
Anggota Polri wajib:
a.
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. bersikap …..
10
b.
c.
d.
e.
bersikap jujur, terpercaya, bertanggung jawab, disiplin, bekerja
sama, adil,
peduli, responsif, tegas, dan humanis;
menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai
kearifan
lokal, dan norma hukum;
menjaga dan memelihara kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa,
dan bernegara secara santun; dan
melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan
dengan
niat
tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal ibadahnya.
Bagian
Kedua
Larangan
Paragraf
1
Etika
Kenegaraan
Pasal 12
Setiap
Anggota Polri dilarang:
a.
b.
c.
d.
e.
(1)
terlibat dalam gerakan-gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk
mengganti
atau menentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah;
menjadi anggota atau pengurus partai politik;
menggunakan hak memilih dan dipilih; dan/atau
melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Paragraf
2
Etika
Kelembagaan
Pasal 13
Setiap Anggota Polri dilarang:
a.
b.
c.
d.
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi,
kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi;
mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri,
atau pihak ketiga;
menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat
dipertangungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri dan/atau
pribadi Anggota Polri kepada pihak lain;
menghindar dan/atau menolak perintah kedinasan dalam rangka
pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait
dengan laporan/pengaduan masyarakat;
e.
menyalahgunakan .....
11
e.
f.
g.
menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan
penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan
melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang
berwenang,
kecuali ditentukan lain dalam ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(2)
Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan dilarang:
a.
b.
memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma
agama, dan norma kesusilaan; dan
menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggungjawab.
(3)
Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan dilarang:
a.
b.
melawan atau menentang Atasan dengan kata-kata atau tindakan yang
tidak sopan; dan
menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Atasan.
(4)
Sesama Anggota Polri dilarang:
a.
b.
c.
d.
e.
saling menista dan/atau menghina;
meninggalkan Anggota Polri lain yang sedang bersama melaksanakan
tugas;
melakukan tindakan yang diskriminatif;
melakukan permufakatan pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak
pidana; dan
berperilaku kasar dan tidak patut.
Pasal 14
Setiap
Anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai
penyelidik,
penyidik pembantu, dan penyidik dilarang:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang
terkait dalam
perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
menempatkan tersangka di tempat bukan rumah tahanan negara/Polri
dan
tidak memberitahukan kepada keluarga atau kuasa hukum tersangka;
merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya
dalam rangka penegakan hukum;
merekayasa isi keterangan dalam berita acara pemeriksaan;
melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa untuk
mendapatkan pengakuan;
melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain;
g.
menghambat .....
12
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
menghambat kepentingan pelapor, terlapor, dan pihak terkait
lainnya yang
sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan
kewajibannya;
merekayasa status barang bukti sebagai barang temuan atau barang
tak
bertuan;
menghambat dan menunda-nunda waktu penyerahan barang bukti yang
disita
kepada pihak yang berhak sebagai akibat dihentikannya penyidikan
tindak
pidana;
melakukan penghentian atau membuka kembali penyidikan tindak
pidana yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
melakukan hubungan atau pertemuan secara langsung atau tidak
langsung di
luar kepentingan dinas dengan pihak-pihak terkait dengan perkara
yang
sedang ditangani;
melakukan pemeriksaan di luar kantor penyidik kecuali ditentukan
lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
menangani perkara yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Paragraf
3
Etika
Kemasyarakatan
Pasal 15
Setiap
Anggota Polri dilarang:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau
laporan
dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi
dan
kewenangannya;
mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan;
menyebarluaskan berita bohong dan/atau menyampaikan ketidakpatutan
berita
yang dapat meresahkan masyarakat;
mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud
untuk
mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan
pelayanan
masyarakat;
bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang;
mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman,
dan
pelayanan;
melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan
pada
saat melakukan tindakan kepolisian; dan/atau
membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf
.....
13
Paragraf
4
Etika
Kepribadian
Pasal 16
Setiap
Anggota Polri dilarang:
a.
b.
c.
d.
(1)
menganut
dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh
pemerintah;
mempengaruhi
atau memaksa sesama Anggota Polri untuk mengikuti cara-
cara
beribadah di luar keyakinannya;
menampilkan
sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, Atasan
dan/atau
sesama Anggota Polri; dan/atau
menjadi
pengurus dan/atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan
organisasi
kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri.
BAB IV
PENEGAKAN
KEPP
Bagian
Kesatu
Kelembagaan
Pasal 17
Penegakan KEPP dilaksanakan oleh:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Propam Polri bidang Pertanggungjawaban Profesi;
KKEP;
Komisi Banding;
pengemban fungsi hukum Polri;
SDM Polri; dan
Propam Polri bidang rehabilitasi personel.
(2)
Penegakan KEPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
pemeriksaan pendahuluan;
Sidang KKEP;
Sidang
Komisi Banding;
penetapan
administrasi penjatuhan hukuman;
pengawasan
pelaksanaan putusan; dan
rehabilitasi
personel.
(3)
Pemeriksaan Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilaksanakan dengan cara audit investigasi, pemeriksaan, dan
pemberkasan
oleh fungsi Propam Polri bidang Pertanggungjawaban Profesi.
(4)
Sidang .....
14
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(1)
(2)
Sidang KKEP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilaksanakan oleh
KKEP guna memeriksa dan memutus perkara Pelanggaran yang dilakukan
oleh Terduga Pelanggar.
Sidang Komisi Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dilaksanakan oleh Komisi Banding guna memeriksa dan memutus
keberatan
yang diajukan oleh Pelanggar, suami/istri, anak, orang tua atau
pendamping.
Setelah memperoleh keputusan dari Atasan Ankum, penetapan
administrasi
penjatuhan hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d,
dilaksanakan oleh fungsi SDM Polri.
Pengawasan pelaksanaan putusan dan rehabilitasi personel
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f dilaksanakan oleh
fungsi Propam
Polri yang mengemban bidang rehabilitasi personel.
Tata cara penegakan KEPP sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Kapolri.
Pasal 18
Dalam
penegakan KEPP, Terduga Pelanggar dapat didampingi Anggota Polri
yang
ditunjuk oleh Terduga Pelanggar pada tingkat pemeriksaan pendahuluan,
Sidang
KKEP, dan Sidang Komisi Banding.
Dalam hal
Terduga Pelanggar tidak menunjuk Anggota Polri sebagai
pendamping,
pengemban fungsi hukum wajib menunjuk pendamping.
(3)
Untuk kepentingan pembelaan, Terduga
Pelanggar
diberi
hak
untuk
mengajukan
saksi-saksi yang meringankan.
Bagian
Kedua
Sidang
KKEP dan Sidang Komisi Banding
Pasal 19
(1)
Sidang KKEP dilakukan terhadap Pelanggaran:
a.
b.
c.
KEPP sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini;
Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun
2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri; dan
Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan
Disiplin Anggota Polri.
(2)
Sidang KKEP dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Terduga
Pelanggar
setelah dipanggil berturut-turut sebanyak 2 (dua) kali tidak
hadir.
(3)
Sidang …..
15
(3)
(1)
(2)
(1)
Sidang Komisi Banding dilakukan terhadap permohonan banding yang
diajukan
oleh Pelanggar atau istri/suami, anak atau orang tua Pelanggar,
atau
pendampingnya atas putusan sanksi administratif berupa rekomendasi
oleh
Sidang KKEP kepada Komisi Banding melalui atasan Ankum.
Bagian
Ketiga
Sanksi
Pelanggaran KEPP
Pasal 20
Anggota Polri yang diduga melakukan Pelanggaran terhadap kewajiban
dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan
Pasal 16 dinyatakan sebagai Terduga Pelanggar.
Terduga Pelanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
sebagai
Pelanggar setelah dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan putusan
melalui
Sidang KKEP.
Pasal 21
Anggota Polri yang dinyatakan sebagai Pelanggar sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi Pelanggaran KEPP berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan
Sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan
pihak
yang dirugikan;
kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian,
kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya
1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan;
dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun;
dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun;
dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau
PTDH sebagai anggota Polri.
(2)
(3)
Sanksi Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
huruf e,
huruf f, dan huruf g merupakan sanksi administratif berupa
rekomendasi.
Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) huruf g dikenakan kepada Pelanggar KEPP yang melakukan
Pelanggaran meliputi:
a.
dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat
yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam
dinas Polri;
b.
diketahui .....
16
b.
c.
d.
e.
f.
diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak
benar
pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Polri;
melakukan usaha atau perbuatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah
Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan perbuatan yang
menentang Negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia;
melanggar sumpah/janji anggota Polri, sumpah/janji jabatan
dan/atau
KEPP;
meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30
(tiga
puluh) hari kerja secara berturut-turut;
melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas
kepolisian, antara lain berupa:
1.
kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan
sengaja dan berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan,
penganiayaan terhadap sesama anggota Polri, penggunaan
kekuasaan di luar batas, sewenang-wenang, atau secara salah,
sehingga dinas atau perseorangan menderita kerugian;
2.
perbuatan yang berulang-ulang
dan bertentangan dengan
kesusilaan
yang dilakukan di dalam atau di luar dinas; dan
3.
kelakuan atau perkataan dimuka khalayak ramai atau berupa
tulisan yang melanggar disiplin.
g.
h.
i.
melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau
tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana
yang
dilakukannya;
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik yang diketahui
kemudian telah menduduki jabatan atau menjadi anggota partai
politik
dan setelah diperingatkan/ditegur masih tetap mempertahankan
statusnya itu; dan
dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap
tidak patut
lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri.
(4)
(1)
Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) huruf g dapat dikenakan terhadap Terduga Pelanggar yang
melakukan
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pasal 6 sampai dengan pasal 16
peraturan ini.
Pasal 22
Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan melalui
Sidang
KKEP terhadap:
a.
b.
pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan
ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan
telah
diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan
pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i.
(2)
Sanksi.....
17
(2)
(1)
Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud
dalam
pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f
diputuskan melalui
Sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran
pidananya
melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan
yang
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 23
Dalam hal terjadi perdamaian (dading) antara anggota Polri
yang melakukan
tindak pidana karena kelalaiannya (delik culpa) dan/atau
delik aduan dengan
korban/pelapor/pengadu,
yang dikuatkan dengan
surat pernyataan
perdamaian,
Sidang KKEP tetap harus diproses guna menjamin kepastian
hukum.
(2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
Surat pernyataan perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat
dijadikan pertimbangan KKEP dalam penjatuhan putusan.
Pasal 24
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a
diputuskan dan
disampaikan kepada Pelanggar di hadapan Sidang KKEP.
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b
disampaikan
Pelanggar di hadapan Sidang KKEP dan/atau melalui surat.
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c
dilaksanakan
oleh pengemban fungsi SDM Polri bidang perawatan personel, panitia
penguji
kesehatan personel polri, fungsi propam polri bidang rehabilitasi
personel, atau
Lemdikpol, dengan biaya dari satker penyelenggara.
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d, huruf
e, dan
huruf f dilaksanakan oleh Pejabat Polri yang berwenang setelah
memperoleh
keputusan dari Atasan Ankum.
Sanksi berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) huruf g diajukan kepada Atasan Ankum dan dilaksanakan
oleh fungsi
SDM Polri setelah memperoleh keputusan dari Atasan Ankum.
Pasal 25
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a, huruf
b, dan
huruf c bersifat mengikat sejak ditetapkan dalam Sidang KKEP.
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d, huruf
e, huruf
f, dan huruf g bersifat mengikat sejak keputusan ditetapkan oleh
pejabat Polri
yang berwenang.
(3)
Pelanggar .....
18
(3)
(1)
(2)
Pelanggar yang dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat
(1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, berhak mengajukan
banding kepada
Komisi Banding melalui atasan Ankum sesuai dengan tingkatannya
paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
surat keputusan
Sidang KKEP.
Pasal 26
Terhadap Terduga Pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi
administratif
berupa rekomendasi putusan PTDH diberikan kesempatan untuk
mengajukan
pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu
dari Atasan
Ankum sebelum pelaksanaan Sidang KKEP.
Pertimbangan tertentu dari Atasan Ankum sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) didasarkan pada Terduga Pelanggar:
a.
b.
c.
memiliki masa dinas paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;
memiliki prestasi, kinerja yang baik, dan berjasa kepada Polri
sebelum
melakukan Pelanggaran; dan
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun.
Pasal 27
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
Dalam hal terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran
disiplin dan KEPP,
penegakannya dilakukan melalui mekanisme sidang disiplin atau
Sidang KKEP
berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari terperiksa/Terduga
Pelanggar -
serta pendapat dan saran hukum dari pengemban fungsi hukum.
Terhadap pelanggaran yang telah diputus melalui mekanisme sidang
disiplin
tidak dapat dikenakan Sidang KKEP atau yang telah diputus dalam
Sidang
KKEP tidak dapat dikenakan sidang disiplin.
Pasal 28
Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)
bersifat
kumulatif dan/atau alternatif sesuai dengan penilaian dan
pertimbangan Sidang
KKEP.
Penjatuhan sanksi KEPP tidak menghapuskan tuntutan pidana dan/atau
perdata.
Penjatuhan sanksi KEPP gugur karena:
a.
b.
Pelanggar
meninggal dunia; atau
Pelanggar dinyatakan sakit jiwa oleh panitia penguji kesehatan
personel
Polri.
(4)
Penjatuhan .....
19
(4)
(5)
Penjatuhan sanksi KEPP terhadap Pelanggar dapat digugurkan atau
dibatalkan
atas pertimbangan Sidang KKEP.
Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa penilaian
bahwa
perbuatan pelanggar:
a.
b.
c.
d.
e.
benar-benar dilakukan untuk kepentingan tugas kepolisian;
selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan;
patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan/atau
menghormati hak asasi manusia.
Pasal 29
(1)
(2)
Dalam hal Sidang KKEP tidak menemukan bukti-bukti adanya
Pelanggaran
KEPP, Terduga Pelanggar diputus bebas.
Terduga Pelanggar yang diputus bebas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
wajib
direhabilitasi dan dikembalikan hak-haknya.
BAB V
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 30
Pada saat
peraturan ini mulai berlaku, semua penanganan Pelanggaran KEPP yang
sedang
dalam proses pemeriksaan pendahuluan dan dalam proses Sidang KKEP,
diselesaikan
menggunakan ketentuan yang lama sampai memperoleh keputusan
tetap.
BAB VI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 31
Pada saat
Peraturan ini mulai berlaku:
a.
b.
c.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: 7
Tahun
2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: 15
Tahun
2006 tentang Kode Etik Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia; dan
peraturan lain yang mengatur tentang Kode Etik Profesi di
lingkungan Polri;
Dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
.....
20
Pasal 32
Peraturan
Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan
penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal
1
Oktober
2011
KEPALA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Drs.
TIMUR PRADOPO
JENDERAL
POLISI
Diundangkan
di Jakarta
Paraf:
pada
tanggal 4 Oktober 2011
1.
Konseptor/
MENTERI
HUKUM DAN HAM
Kadivpropam Polri
: ..............
REPUBLIK
INDONESIA,
PATRIALIS
AKBAR
2.
3.
4.
5.
Kadivkum Polri
Irwasum Polri
Kasetum Polri
Wakapolri
: ..............
: ..............
: ..............
: ..............
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 608