SEJARAH
LAHIRNYA PANCASILA
Penerimaanpolri.go.id – MateriTeswawasankebangsaan,Akpol,Akmil,CPNS,sekolahkedinasan, Bintara, TNI AD AU AL, TWK.
Sejarah Pembentukan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara - Pancasila adalah
ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Ideologi dan dasar negara kita
adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Lima sendi utama (Sila)
penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke 4 Preambule
(Pembukaan) UUD1 945.
Pancasila sebagai Sejarah - Sejarah
pembentukan pancasila erat kaitannya dengan Perjuangan bersenjata bangsa
Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda dan jepang.
Penjajahan Belanda usai pada 8
Maret 1942, Sejak itu Indonesia diduduki oleh Jepang. Namun Jepang tidak
lama melakukan pendudukan di Indonesia. Karena Sejak tahun 1944, tentara Jepang
mulai kesulitan dalam menghadapi tentara Sekutu.
Untuk mendapat simpati bangsa
Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang
memberikan janji kemerdekaan kepada rakyat indonesia. Janji ini diucapkan pada
tanggal 7 September 1944 oleh Perdana Menteri Kaiso.
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura)
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura)
Dalam maklumat tersebut juga dimuat
dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Tugas BPUPKI adalah menyelidiki dan mengumpulkan
usul-usul untuk selanjutnya diberikan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan BPUPKI dilantik pada
tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama BPUPKI pada tanggal
29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan
khusus mengenai calon dasar negara untuk bangsa Indonesia setelah merdeka
nanti. Pada sidang pertama Ir. Soekarno dan Muhammad Yamin mengusulkan calon
dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
Muhammad Yamin memberikan usul
mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga memberikan usul secara tertulis yang juga terdiri dari lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Bung Karno (1 Juni 1945)
Pada Tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno
(Ir. Soekarno) di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) mengusulkan calon dasar negara yang terdiri dari lima asas, oleh
bung karno kelima asas tersebut diberi nama Pancasila, inilah awal
terbentuknya dasar negara Pancasila, yang kemudian pada tanggal tersebut
dikenang sebagai hari lahirnya Pancasila. 1 Juni menjadi tanggal yang
sangat penting, karena di situlah Pancasila telah lahir, dan inilah hari lahir
dasar negara Indonesia. berikut kelima asas yang diusulkan Bung Karno sebagai
calon dasar negara:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau
Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal tersebut oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Kemudian Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal tersebut menurutnya juga bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong. Selesai sidang 1 BPUPKI, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan dalam sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri dari 8 orang, yaitu:
- Mr. Muh. Yamin
- Ir. Soekarno
- K.H. Wachid Hasjim
- Ki Bagus Hadikusumo
- M. Sutardjo Kartohadikusumo
- R. Otto Iskandar Dinata
- Mr. A.A. Maramis
- Drs. Muh. Hatta
Kemudian Pada tanggal 22 Juni 1945
diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang
berada (berasal) di Jakarta. Hasil yang dapat dicapai antara lain adalah
dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul / Perumus Dasar Negara,
yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
- Mr. Muh. Yamin
- Ir. Soekarno
- Mr. A.A. Maramis
- Drs. Muh. Hatta
- K.H. Wachid Hasyim
- Mr. Ahmad Subardjo
- Abikusno Tjokrosujoso
- Abdul Kahar Muzakkir
- H. Agus Salim
Panitia Kecil yang beranggotakan 9
orang ini pada tanggal tersebut juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan
calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam
Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua,
tanggal 10-14 juli 1945, Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan
Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta
pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI
dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk
itu antara lain adalah: Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden
Abikusno Tjokrosoejoso), Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
(diketuai oleh Ir. Soekarno) dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai
oleh Drs. Mohammad Hatta).
Kemudian Pada tanggal 9 Agustus
dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang menggantikan
BPUPKI. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut
dimanfaatkan oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi
kemerdekaan PPKI menggelar sidang, dengan acara utama memilih Presiden dan
Wakil Presiden dan mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya
(Pembukaannya).
Untuk pengesahan Pembukaan
(Preambul), terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul
(pembukaan), Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17
Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari
Indonesia bagian Timur yang menemuinya.
Inti dari pertemuan tersebut adalah,
rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di
belakang kata "ketuhanan" yang berbunyi "dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus. Jika tidak
maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari Indonesia
yang baru saja diproklamasikan, hal tersebut karena mayoritas penduduk di
indonesia bagian timur beragama non-muslim.
Usul kemudian disampaikan oleh Muh.
Hatta pada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam,
antara lain kepada KH. Wakhid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo dan Teuku Muh.
Hasan. Muh. Hatta kemudian berusaha meyakinkan tokoh Islam, demi persatuan dan
kesatuan bangsa indonesia.
Setelah dilakukan Musyarah dan
Mufakat serta Oleh karena pendekatan yang intens dan demi persatuan dan
kesatuan, akhirnya dihapuslah kata "dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya" di belakang kata Ketuhanan dan diganti
dengan "Yang Maha Esa".